Nusa Penida, Lembongan dan Ceningan (4 Des - 6 Des 2016)


Banyak yang bilang nulis blog itu bukan cuma hobby tapi ketekunan dan niat. Enam bulan mundur kebelakang, gue ngerasa maleessss super buat ngelanjutin blog ini dan nanggung banget gue nulis cerita ke Bali belom kelar. Sampai akhirnya kemarin gue ketemu temen dan ngobrol-ngobrol soal hobby. Ngalor ngidul sampai ke pembahasan kalau dia sempat baca blog gue ini dan dia nanya kenapa gue nggak lanjutin. Yah, jawaban gue pasti lagu lama antara malas dan nggak fokus sama kerjaan. Sebenarnya dalam lubuk hati malah gue nggak yakin sama diri sendiri. Ini buat apaan sih gue nulis begini, ada yang baca nggak sih, layak dibaca orang nggak ya and another questions running on my head. Temen gue itu dengan santai jawab ya lanjutin aja, sayang kalau nggak dilanjutin. And here I am, starting with a new intention.

Lanjut lagi dari cerita kemarin, gue memang ngiler banget pengen ke Nusa Lembongan, Penida dan Ceningan. Dengan bekal sedikit cerita dan hasil googling sana sini, gue putuskan akan menginap selama tiga hari di sana. How to get there, sih? Gampang banget, pergilah ke pelabuhan di Sanur kalau bisa pagi hari jadi waktu kalian nggak terbuang banyak. Di sana beli tiket ke Lembongan, ini transit paling mudah karena biasanya banyak penginapan di sini), harga tiket sekitar 300 ribu rupiah. Ini harga kapal umum ya yang berarti harus menunggu kapal penuh untuk menyebrang ke Lembongan. Perjalanan sekitar 30 menit dari Pantai Sanur jika cuaca bagus, siapkan antimo bagi yang gampang mabok laut karena di area tengah ombaknya agak besar.

Pertama gue turun dari kapal dan nginjekin kaki di Lembongan, gue agak kaget karena masih hutan semua, bok, belom lagi jalanannya kecil. Untungnya ada mobil yang mengantar sampai ke hotel dan gue memilih untuk menghabiskan malam di Laguna Reef Huts (gue harus cari lagi ini di situs online karena gue lupa nama hotelnya). Jalananya pun tidak terduga. Ya coba aja kalau namanya hotel, pasti kan kebayangnya jalananya bagus, ini jalan setapak yang penerangan kiri kanan nggak ada satupun.




Jadi ini bukan hotel kali ya tapi semacam cottage dan langsung menghadap laut. Kamar gue menghadap kolam dan laut, cihuy kan! Kamar mandinya dibuat terbuka, tuh bisa lihat difoto, ada pintu ke arah belakang kamar, di sana letak kamar mandinya. Sebenarnya gue agak spooky nih sama kamar mandi model begini kalau mau pipis malem-malem gimana kan ya, gelap, penerangan remang-remang. Tapi ya sudahlah ya, gue semangat untuk jalan-jalan dulu, nanti malam urusan malam.

Pinjam motor di sini gampang guys, biasanya setiap hotel pasti ada peminjaman motor dengan biaya 80 ribu sampai 100 ribu rupiah. Keliling deh tuh sampai bensin habis, gue pertama mau ke Devil Tears pakai peta dari resepsionis. Ini parah banget, gue masih berpikir ini kayak Bali, kemana-mana jalannya gampang, hapus itu dari otak kalian, di sini jalannya nyaru, hahahaha. Gue nyasar dua sampai tiga kali untuk sampai di pantai dan gue tetep nggak tau Devil Tears dimana. Ya sudah, bodo deh, main air aja lah.







Lembongan ini kecil guys, jalanan utamanya pun cukup sederhana. Saking sederhananya, gue jadi bingung ini beneran cuma begini doang. Sepanjang jalanan ya pantai terus, cuma beda restoran dan beda rumah. Seharian aja cukup keliling Lembongan. Rencana awal sih sebenernya mau ke Ceningan juga tapi jembatannya sedang dipugar karena sempat ambruk beberapa waktu sebelum kepergian gue ke sana. Jadi keliling lah sampai ke pelosok pelosok hutan. Sebelah utara Lembongan, ada hutan bakau yang hits di social media dan gue kepo mau ke sana. Okelah buat foto-foto, apalagi yang mau prewed di sini banyak juga loh.

Sore hari selesai ke sana sini, gue memutuskan untuk santai saja di kamar. Nah, partner gue nih nemuin kafe kecil utuk makan malem. Namanya apa ya, duh gue lupa, tapi serius ini kafenya kecil pas pinggir tebing pantai dan makanannya enak-enak semua, pegawainya pun ramah-ramah, cuma ada tambahan tokek aja di sekitaran. ha! Langsung aja ya gue au cerita kisah tengah malam. Lagi enak-enak mau tidur, disaat baru mau masuk alam mimpi, muncullah suara "tokek". Itu suara jelas banget kayak ada di deket gue. Parahnya, bentuk cottage gue itu punya atap yang nggak nyambung dengan dinding bangunan alias kebuka. Gue parno dong ya takut si tokek ngelewatin celah-celah dinding terus masuk diantara koper. Setelah setengah jam ngubek-ngubek barang bawaan dan ngerasa aman, gue balik lagi tidur dengan damai selama TIGA JAM. Bener banget, jam tiga subuh tokeknya bunyi lagi. Harus banget ya tuh tokek bunyi jam 12 dan jam 3 teng. Gue parno banget sampe merinding disko.

Nih yang bikin gue deg deg serr, besoknya mau ke Penida Gimana caranya gue ke sana kan, biaya tiker kapal nggak tau berapa, jam berapa keberangkatan juga nggak tau. Cari di blog orang, ceritanya beda-beda. Mabok deh. Tanya orang sekitar dijawab, "Pagi-pagi aja, dek. jam enam sudah jalan ngangkut. Kasih aja 50 ribu.". Sett dah mahal amit kan ya. jam enam pagi pula. Demi jalan-jalan, bangunlah gue pagi-pagi degan tampang bego naik kapal yang isinya Bapak-bapak dan ibu-ibu bawa sembako, motor, tv. Biayanya hanya 15 ribu per sekali pergi jika kapal penuh, jika kalian mau pergi tanpa menunggu penuh bayarlah 150 ribu, bolak balik 300 ribu.

Sampai di Penida, Celingak celinguk cari pinjaman motor, biayanya 80 ribu seharian. Di sini gue SALAH BESAR, gue pikir keliling pakai motor dan google maps aja lah, sesusah apa sih jalannya. Alasan utama sih sebenernya gue pelit keluar duit buat ikut tur karena mahal, cuy. Silahkan cek sendiri deh berapa per kepala untuk tur di penida dan gue cuma berdua doang, makin melonjak harganya. Kalian pakailah tur kalau tidak mau berakhir seperti gue, nyasar di tengah hutan, hilang sinyal, lewatin gundukan jalan yang masih batu segede gaban, becek pula. Gile banget dah. Saking hopelessnya gue mau ke tujuan mana gitu gue lupa, jalannya meluncur kebawah pake belok ke kanan dan sebelah kirinya jurang, cuma masyarakat sana lah yang bisa ngelewatin, gue ogah terjun bebas ke jurang, balik lagi muter jalan ke tempat lain yang sama berat medan jalanannya. Panjang gue cerita di sini kalau mau tau lebih lengkap silahkan email gue aja.

Perjalanan panjang terbayar juga sih ketika lihat pemandangan kayak gini. Rasanya nggak mau pulang dan pengennya nongkrong aja gitu di sini. Tapi apa daya, gue dan partner udah capek banget gara-gara track jalanan yang gila. belum lagi masih mau ke Ceningan. Cerita tentang Ceningan lanjut lagi di post selanjutnya, ya. Kayaknya kepanjangan nih.
Broken Beach
Kelingking Beach

Saran gue kalau mau ke sini, bawalah uang tunai lebih karena di Lembongan hanya ada ATM bersama dan lokasinya cukup jauh dari daerah penginapan yang komersil. Siapkan mental karena di sini apa-apa mahal. Banyak tanya ke penduduk setempat berapa biaya untuk ini itu dan dilarang pasang tampang linglung karena saat gue ke sini ada beberapa orang yang menaikkan harga untuk kapal karena mereka tau kalau kami ini turis.


Until next post!

Komentar

Postingan Populer